Cerita Dongeng untuk Anda

Baby, catatan, Curhat

Betapa sering dulu saya mendengar, melihat, melalui televisi utamanya, orangtua yang mendampingi buah hatinya tidur.

Bukan hanya menemani begitu saja tentunya. Mereka mendongeng. Entah itu dengan sebuah buku, atau cerita yang telah dihapal di luar kepala. Saya yakin, Anda juga pernah menjumpai ini bukan? Kelak, bila Anda melakoninya, ah, momen yang sangat indah ternyata. Tapi, bila jenuh melanda, siapkanlah rasa sabar yang lebih.

Melahirkan…

catatan, Curhat, Surat kabar

Kantor mulai sepi. Keriuhan yang biasa tercipta, kini tak lagi riuh rendah. Ia senyap, nyaris. Sabtu (6/3) siang tujuh orang teman bertolak ke daerah penugasannya masing-masing. Batanghari ada Suang, Bungo digawangi Heru dan Habibie, Tanjab Barat diisi oleh Berman, Merangin digawangi Jariyanto. Terjauh Kabupaten Kerinci ada Edi dan Bandot.

Meski populasi di kelas, eh tepatnya di kantor, utamanya lantai dua tempat awak redaksi kian susut, tapi udara jauh lebih panas. Bukan karena jumlah karbondioksida yang dikeluarkan lebih banyak.

Kantor mulai sepi. Bukan saja sepi dari pada mahluk pembuat berita. Tapi dari mahluk pembuat sejuk udara alias AC. Sore ini, AC mulai dibongkar. Bukan karena digusur om.., tapi pendingin ruangan itu harus dipasang di kantor baru kami. Itulah mengapa suhu di ruang redaksi kian panas.

Terbitkanlah Surat Kabar

catatan, Curhat, Surat kabar

Seorang pejabat di Jambi berbincang pada seorang wartawan senior pada 2006. Petinggi di Provinsi Jambi itu bukan sedang berbicara pada tokoh pers lokal. Sang wartawan tak lain teman pejabat semasa kuliah dulu di Jakarta.

Pejabat itu meminta atau lebih tepatnya menyarankan, agar perusahaan tempat si wartawan bekerja membuat koran di Jambi. “Payah-payah wartawan di Jambi ini,” kurang lebih begitu perkataan pejabat yang ditirukan wartawan senior tersebut. Payah yang dimaksud merujuk pada perilaku, sifat negatif. Mulai dari wartawan bodrek yang suka memeras hingga budaya amplop, mungkin.

linduku

catatan, Curhat, Puisi, Renungan

belum lama aku menghayal tentang hujan
tentang rintik gerimisnya
rindunya flora dan katak-katak
karena kemarau lama yang membersamai

baru kemarin aku merindukan hujan
akan dingin yang membawa kehangatan
meniti rintik gerimisnya
menderu di derasnya

dan tuhan, kau menjawab doa kami
hujan di penghujung malam
menjadi penghilang dahaga

tapi tuhan
tak hendak aku mengujatmu
sungguh…
hujan pagi ini membuka luka bertahun lalu

bersama rintiknya
gemuruh petirnya
selaksa duka menyapa

ini bukan tentang September ceria
tapi musim penghujan berawal duka
lindu mu hanya sesaat
tapi berbilang waktu kami merasa

bersama tulang yang patah
luka yang menganga
suami melepas isteri
anak melepas ayah
ibu melepas anak
dan teman, sanak
terkubur bersama reruntuhan bata

lindu, gempa atau apalah namanya
mengingatkan berlipat berapakah kiamat kelak

Caesarean section, Ummi dan Rumaisha

catatan, Curhat, hikmah, Renungan

Adalah suatu pilihan dan satu-satunya pilihan yang harus dijalani, menjelang penghujung malam, Minggu dini hari, 15 Juni setahun yang lalu. Tak ada kompromi atas sebuah tawaran yang bisa ditafsiri sebagai kalimat perintah. Dan, kububuhkan tanda tangan di beberapa lembar kertas, di pagi buta itu. Dengan air mata tentunya. Terlebih isteriku sebagai lakon utama dalam sebuah pertaruhan nyawa, hidup atau mati!

Menanti Lahirnya Buah Hati

catatan, Curhat, Renungan

Jika Dia menghendaki, tak lama lagi bertambah satu tanggung jawab besar di pundakku. Tanggung jawab pertama yang aku hadapi. Menjadi seorang ayah, seorang bapak. Sebelumnya, aku belum dizinkan untuk menjadi seorang ayah.

Dokter memperkirakan, 6 Juni mendatang isteriku bakal melahirkan. Ini adalah anak keduaku. Anak pertama kami, meninggal dunia. Isteriku keguguran. Perkiraan kami, ia meninggal genap disaat ruh ditiupkan kepadanya, 40 hari ketiga di dalam kandungan. Untuknya, kuberi nama dia Hamzah. Semoga, ini menjadi pahala bagi kami. Amiin.

Buat yang Belum Nonton Ayat-ayat Cinta

catatan, Curhat

Tiga Bintang Aja Deh

 Terjawab sudah tanda tanya yang menggantung di benakku sejak mengetahui novel Ayat-ayat Cinta (AAC) bakal difilmkan. Sekitar dua pekan lalu film yang dibanjiri penonton itu aku tonton. Selama ini, memang adaptasi novel ke film atau sebaliknya selalu mengundang kritikan.

 

Untuk kasus pertama (novel ke film), aku pikir lebih berat. Dan aku pikir itulah yang dihadapi Hanung Bramantyo (dia kan sutradara AAC?). Semua rekanku yang sudah membaca lebih dulu novel AAC, lalu menonton versi layar lebarnya punya komentar sama. Mereka tak puas. Nah itulah yang aku alami.